"Cuties": Beban Mental Remaja, Gegar Budaya, dan Pengakuan di Media Sosial
Feminism serta mental health tetap jadi perhatian yang menarik untuk dijadikan satu karya seni, termasuk juga oleh sineas dunia. Film Cuties justru melebihinya, demikian padat rumor peka yang dijadikan film ini.
Walau disayangkan, film ini malah diketahui sebab tagar #cancelnetflix sebab tanda-tanda pemanfaatan seksual anak yang benar-benar kebalikannya dengan pesan kepribadian yang ditempatkan di film ini.
Film produksi Perancis ini mengusung rumor anak wanita Muslim dalam desakan pernyataan manifestasi diri baik di dunia riil serta dunia maya, ditengah-tengah babak pra-puber.
Penggambaran demikian kompleksnya beban mental yang perlu diemban oleh anak pra remaja ini, hadapi fakta masalah lokal yang berkaitan dengan budaya aslinya, dan gegar budaya untuk akulturasi di tempat dia berkembang. Pada sebuah frame besar yang ditemui oleh semua anak baru gede (ABG) di penjuru dunia, yakni pernyataan.
Film yang Memetik Pro-kontra
Awalannya tidak tertarik melihat film ini walau pada Sundace Festival 2020, si sutradara Mamouna Doucour, memenangi penghargaan penyutradaraan menegangkan.
Dalam seminggu ini tagar #cancelnetflix digaungkan untuk boikot film ini sebab diduga mengeksploitasi seksual anak. Rate film ini di netflix 18+ adanya peringatan akan ada nudity serta bahasa yang kasar.
Di sosial media serta termasuk juga WAG, menyebar video dancing yang bisa disebutkan vulgar oleh team dancer ABG. Dancing yang menjadi pro-kontra di film ini. Pernah naik-turun batin ini waktu lihat adegannya memikirkan begitu puasnya pedophilia lihat adegan ini.
Kebutuhan saya melihat film ini pada rumor yang diangkat, ditambah film ini mengusung cerita mengenai gejolak batin ABG wanita berumur sebelas tahun. Waktu peralihan dari beberapa anak ke remaja mendekati baligh. Umur yang hampir sama juga dengan putra satu-satunya saya.
Untuk fans film yang anti-spoiler sebaiknya untuk melepaskan dahulu tulisan ini sebelum melihat (bila ada kemauan untuk menontonnya).
Inspirasi ceritanya mengagumkan, isunya yang diangkat sering lepas dari perhatian publik. Walau kemungkinan maksudnya totalitas, tapi mengekploitasi badan beberapa ABG itu jelas benar-benar mengganggu saya.
Pesan penting dalam film ini ialah liabilitas jiwa waktu awal pubertas. Waktu anak masih polos tapi gempuran sosial media untuk pernyataan serta keberadaan bisa benar-benar kebablasan.